Beranda MK Tegaskan Jabatan Kapolri Tidak Disejajarkan dengan Menteri maupun Masa Jabatan Presiden

MK Tegaskan Jabatan Kapolri Tidak Disejajarkan dengan Menteri maupun Masa Jabatan Presiden

Oleh, Redaksi
19 jam yang lalu - waktu baca 2 menit
Sidang MK/mk

SuaraGarut.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang meminta agar masa jabatan Kapolri disamakan dengan masa jabatan presiden dan anggota kabinet. Putusan tersebut disampaikan dalam sidang pembacaan amar Putusan Nomor 19/PUU-XXIII/2025 di Gedung MK, Jakarta.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo, Kamis.

Permohonan itu diajukan oleh tiga mahasiswa, yakni Syukur Destieli Gulo, Christian Adrianus Sihite, dan Devita Analisandra, yang menguji Pasal 11 ayat (2) UU Polri beserta penjelasannya. Pasal tersebut berbunyi, "Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya." Para pemohon berpendapat bahwa alasan pemberhentian Kapolri belum dirumuskan secara jelas dan meminta agar masa jabatan Kapolri diselaraskan dengan masa jabatan menteri yang mengikuti masa jabatan Presiden.

Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan bahwa pemohon menempatkan jabatan Kapolri seolah-olah setingkat menteri. Namun Mahkamah menolak dalil tersebut. Ia menyebut ide tersebut memang pernah muncul dalam pembahasan UU Polri, ketika Fraksi Partai Demokrasi Kasih Bangsa mengusulkan agar ditambahkan frasa “setingkat menteri” pada jabatan Kapolri. Namun usulan itu tidak disetujui oleh pembentuk undang-undang.

"Bahkan, pembentuk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 lebih memilih untuk menegaskan Kapolri merupakan perwira tinggi yang masih aktif," ucap Arsul.

Mahkamah juga menegaskan bahwa jika jabatan Kapolri diberi status setingkat menteri, maka kepentingan politik Presiden akan lebih dominan dalam penentuan posisi tersebut. Padahal Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 menegaskan bahwa Polri adalah alat negara yang harus mengutamakan penegakan hukum dan keamanan masyarakat di atas kepentingan politik manapun. "Artinya, dengan memosisikan jabatan Kapolri menjadi setingkat menteri, Kapolri secara otomatis menjadi anggota kabinet, jelas berpotensi mereduksi posisi Polri sebagai alat negara," jelas Arsul.

Lebih jauh, MK menilai permohonan tersebut berpotensi menggeser posisi Kapolri menjadi anggota kabinet, yang tidak sejalan dengan karakter Polri sebagai alat negara yang berdiri di atas semua golongan. Kapolri, menurut Mahkamah, merupakan jabatan karier profesional yang memiliki batas masa jabatan, tetapi tidak bersifat periodik dan tidak otomatis berakhir bersamaan dengan masa jabatan presiden.

"Artinya, jabatan Kapolri memiliki batas waktu dan dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan evaluasi presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Arsul.

Apabila Mahkamah mengubah makna norma sebagaimana diminta pemohon, hal itu justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam proses pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Karena itu, MK menyatakan permohonan tersebut tidak beralasan.

 

"Dengan demikian, tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan dalil para pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum," ujarnya.***

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.