Mediasi Gagal Lagi, Gubernur Dedi Mulyadi Persilakan Mak Atih Gugat PDAM ke Pengadilan
SuaraGarut.id — Proses mediasi antara Mak Atih Karwati, warga Banyuresmi yang mengklaim kepemilikan lahan sumber air, dengan PDAM Tirta Intan Garut kembali berakhir tanpa kesepakatan. Pertemuan yang digelar di Kantor PDAM Garut pada Senin, 24 November 2025, tidak menghasilkan titik temu sehingga perselisihan akan dibawa ke jalur hukum.
Mak Atih menghadiri undangan PDAM untuk membahas status tanah yang kini digunakan sebagai bagian dari fasilitas pelayanan air bersih. Ia menegaskan bahwa lahan tersebut adalah warisan dari almarhum suaminya yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa Banyuresmi. Dalam mediasi itu, Mak Atih menyampaikan bahwa pihaknya tidak pernah membuat perjanjian sewa menyewa dengan PDAM.
“Nyuhungkeun adil ka PDAM teh. Da ayeuna mah saur PDAM cai na tos teu ngocor. Saur Bapak Gubernur ogé éta mah kawajiban PDAM,” ucapnya.
Mak Atih juga membeberkan bahwa sebelumnya ada tawaran uang Rp200 juta dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, agar persoalan cepat terselesaikan. Namun ia bersama kuasa hukum dan keluarga menolak tawaran tersebut karena merasa hak atas tanah yang dipersoalkan belum terjawab.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, dalam keterangan terpisah, menjelaskan bahwa tawaran tersebut merupakan bentuk bantuan pribadi untuk menghindari konflik yang semakin panjang. Ia juga menyebut bahwa sebelum tawaran Rp200 juta itu muncul, pemerintah provinsi melalui Bank Jabar Peduli telah membantu perbaikan rumah Mak Atih sebesar Rp40 juta.
Dedi menyampaikan bahwa tawaran diberikan secara langsung dan disaksikan Bupati Garut. Menurutnya, penyelesaian cepat dibutuhkan karena fasilitas PDAM yang berdiri di atas lahan tersebut melayani masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan air bersih.
“Pertama, untuk rumahnya sudah selesai, sudah dibantu Rp40 juta dari Bank Jabar Peduli. Yang kedua, disaksikan Pak Bupati, saya menawarkan uang Rp200 juta dari saya pada si Ibu agar masalahnya segera berakhir. Karena digunakan untuk kepentingan warga dan warganya bukan warga kaya, tapi warga yang tersubsidi,” kata Dedi Mulyadi.
Ia menuturkan bahwa Mak Atih menolak bantuan tersebut dan meminta nilai yang lebih besar untuk keperluan keluarga dan anak-anaknya. Dedi menyatakan bahwa ia tidak dapat turut campur lebih jauh pada urusan tersebut.
“Ibu menolak dan ingin mendapat uang yang lebih demi waris untuk anak-anaknya. Bagi saya, karena ini sudah ranah keperdataan, saya persilakan ibunya menggugat ke pengadilan saja. Karena dia tidak bersedia untuk saya bantu. Sudah tua, dibekelin Rp200 juta itu cukup, menurut saya. Tetapi karena menolak dan ingin lebih, saya tidak mau mencampuri hak orang,” ujarnya.
Dengan kembali gagalnya mediasi, kedua pihak kini menyiapkan langkah hukum sebagai jalur penyelesaian berikutnya. Pihak keluarga Mak Atih memastikan akan melanjutkan proses melalui pengadilan untuk memperjuangkan status lahan yang mereka klaim sebagai hak waris.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.