Beranda Diperiksa 7 jam, Khalid Basalamah Sebut Jadi Korban PT Muhibah dalam Kasus Kuota Haji

Diperiksa 7 jam, Khalid Basalamah Sebut Jadi Korban PT Muhibah dalam Kasus Kuota Haji

Oleh, Redaksi
3 jam yang lalu - waktu baca 2 menit
Ustaz Khalid Basalamah (Tangapan layar YouTube)

Baik, berikut hasil penulisan ulang dengan judul berbeda tanpa mengubah kutipan langsung:

Jakarta – Pendakwah Khalid Basalamah mengaku menjadi korban PT Muhibah, biro perjalanan haji asal Pekanbaru milik Ibnu Masud. Hal itu ia sampaikan setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait dugaan korupsi kuota haji di Kemenag 2023–2024.

Khalid diperiksa selama 7,5 jam. Ia menyebut terdapat dugaan penyalahgunaan visa dalam keberangkatan jemaah haji.

Ia menjelaskan, awalnya ia bersama rombongan mendaftar dan melunasi biaya keberangkatan menggunakan visa furoda. Namun, PT Muhibah menawarkan penggunaan visa lain yang disebut resmi, sehingga ia dan jemaahnya tercatat sebagai jemaah travel tersebut.

“Saya kan sebagai jemaah di PT Muhibah, punyanya Ibnu Masud tadi, jadi posisi kami ini korban dari PT Muhibah. Kami tadinya semua furoda, ditawarkanlah untuk pindah menggunakan visa ini,” kata Khalid di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (9/9/2025).

Khalid menegaskan keberangkatannya murni sebagai jemaah yang tergabung dengan rombongan PT Muhibah. Dari keterangannya, jumlah jemaah yang berangkat melalui travel tersebut mencapai 122 orang.

“Iya, tapi saya di travel Muhibah, saya sama jemaah saya di travel Muhibah bukan dengan Uhud Tour. Jumlahnya 122,” jelasnya.

Soal dugaan penggunaan visa tidak resmi, ia mengaku tidak mengetahui secara pasti. Sebelumnya, KPK pernah memanggil Ibnu Mas’ud selaku Komisaris PT Muhibah Mulia Wisata, namun KPK belum menyampaikan hasil pemeriksaannya (28/8/2025).

KPK menegaskan Khalid Basalamah diperiksa sebagai saksi fakta dugaan korupsi kuota haji 2023–2024. “Saksi sebagai pemilik travel ibadah haji, artinya sebagai saksi fakta sehingga tentu dibutuhkan keterangannya untuk mengungkap terang perkara,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Selasa (9/9/2025).

Kasus ini berawal dari kebijakan Yaqut Cholil Qoumas yang mengubah alokasi tambahan 20.000 kuota haji periode 2023–2024. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang seharusnya menetapkan rasio 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Namun, kebijakan Yaqut membagi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. Penyimpangan alokasi ini diduga membuka praktik jual beli kuota haji khusus oleh oknum di Kemenag dan biro perjalanan. Akibatnya, calon jemaah yang seharusnya antre bertahun-tahun dapat langsung berangkat dengan membayar sejumlah uang.

KPK menduga kerugian negara akibat kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun, meski hingga kini belum ada penetapan tersangka.

Sumber RRI

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.