Beranda Sekolah Swasta Garut Waspadai Dampak Putusan MK soal Pendidikan Dasar Gratis

Sekolah Swasta Garut Waspadai Dampak Putusan MK soal Pendidikan Dasar Gratis

Oleh, Redaksi
2 bulan yang lalu - waktu baca 3 menit
Ilustrasi sekolah swasta/almasoem.sch.id

SuaraGarut.id - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang mewajibkan pendidikan gratis untuk jenjang SD dan SMP, termasuk sekolah swasta, menuai beragam tanggapan di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Meskipun keputusan yang diketuk pada 27 Mei 2025 tersebut dinilai meringankan beban masyarakat, sejumlah pengelola sekolah swasta menyuarakan kekhawatiran mengenai pelaksanaan teknis dan dampaknya terhadap keberlanjutan operasional lembaga pendidikan mereka.

Putusan MK tersebut menegaskan bahwa seluruh satuan pendidikan dasar, baik negeri maupun swasta, termasuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), tidak boleh memungut biaya dari peserta didik. Artinya, yayasan penyelenggara pendidikan pun harus menggratiskan seluruh biaya pendidikan dasar.

Kepala SMP IT Darul Abror Kabupaten Garut, Imam Kamaludin, menyambut baik putusan tersebut karena sejalan dengan amanat konstitusi bahwa pendidikan dasar merupakan tanggung jawab negara.

"Sekolah swasta itu memiliki standar tersendiri," ujarnya, Selasa, 10 Mei 2025. Ia menilai kebijakan ini merupakan langkah nyata dari negara untuk memastikan akses pendidikan dasar bagi semua anak bangsa.

Namun demikian, Imam menegaskan bahwa implementasi kebijakan ini di sekolah swasta menyimpan tantangan tersendiri. Ia mengingatkan bahwa jika seluruh pembiayaan diserahkan kepada negara tanpa skema pendanaan yang memadai, maka kualitas pendidikan swasta bisa menurun.

Ia menjelaskan bahwa sekolah swasta memiliki ciri khas dan standar mutu yang tidak sama dengan sekolah negeri. Tanpa dukungan anggaran yang mencukupi, Imam khawatir terjadi penurunan layanan pendidikan dan ketergantungan penuh pada pemerintah yang justru bisa mengganggu sistem pengelolaan internal sekolah swasta.

Selain itu, ia meminta agar pemerintah benar-benar mengkaji dan mempersiapkan kebijakan ini secara menyeluruh sebelum diterapkan di lapangan.

Sikap senada namun dengan nada optimistis datang dari Kepala Divisi Pendidikan Yayasan Al Bayyinah, Hanny Latifah. Ia menyambut baik keputusan MK tersebut dan menyebutnya sebagai kebijakan yang final dari sisi hukum. Meski demikian, ia menyoroti bahwa regulasi teknis di tingkat pelaksana masih belum jelas.

Hanny menjelaskan bahwa hanya daerah dengan kapasitas fiskal kuat, seperti DKI Jakarta, yang dinilai siap menjalankan kebijakan ini. Sementara di daerah seperti Garut, perlu ada peninjauan lebih lanjut mengenai kemampuan anggaran daerah dalam mendukung pendidikan gratis di sekolah swasta.

"Bagaimanapun kami hadir untuk membantu mencerdaskan kehidupan bangsa dan juga untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dasar," katanya.

Meski siap mendukung, Hanny menekankan pentingnya kolaborasi yang didasarkan pada kejelasan regulasi dan skema pendanaan yang adil. Ia juga menyoroti karakteristik khusus sekolah swasta seperti SD IT Al Bayyinah yang menggunakan kurikulum ganda—memadukan kurikulum nasional dan kurikulum agama—yang tentu memerlukan anggaran lebih besar.

Menurut Hanny, selama ini sekolah masih sangat bergantung pada kontribusi orang tua dan komite sekolah karena dana dari pemerintah seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum mencukupi untuk menutupi seluruh kebutuhan operasional.

"Kami membutuhkan dana salah satunya dari komite dan orang tua," tambahnya.

Dengan semua dinamika ini, sekolah-sekolah swasta di Garut menunggu kejelasan dari pemerintah pusat dan daerah terkait pelaksanaan kebijakan pendidikan dasar gratis secara menyeluruh dan berkelanjutan.***

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.